BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Perkembangan Psikologi Keagamaan Untuk Tingkat SMA
Konsep perkembangan individu adalah proses perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan yang berlangsung secara sistematis, progresif, berkesinambungan, integratif baik fisik maupun mental.
Manusia tumbuh dan berkembang dengan pembaharuan yang sangat rumit dari sekian banyak unsur yang secara kumulatif membentuk kepribadiannya. Masing-masing unsur tumbuh dan berkembang dalam suatu tahapan tertentu, yang berbeda antar satu unsur dengan nsur lain, namun saling mempengaruhi.
Untuk tahapan 15 tahun ke atas kontrol internal atas perilaku, dengan ciri umum antara lain:
a. Menguatnya kesadaran akan nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, dan mulai memberi arah dan pedoman bagi perilaku dan kehidupannya secara umum.
b. Tanggung jawab yang tinggi kepada Allah SWT. Hal ini menyebabkannya menjadi sangat sensitif atas semua perilakunya dan memiliki tanggung jawab moral yang tinggi.
c. Nilai-nilai individu dan sosial mulai terintegrasi secara utuh dalam kepribadiannya.
d. Perilakunya sudah mengakar kuat dalam kesadarannya, dan cenderung bersifat tetap sehingga garis-garis dasar kepribadiannya mulai tampak jelas.
e. Konsep dirinya menguat dan merasa memiliki kebebasan lebih banyak dalam memilih dan menentukan perilakunya tanpa merasakan ketegangan berarti.
2.2. Dasar-Dasar Pembinaan
Dasar Hukum :
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan
Tujuan :
• Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi minat, bakat dan kreativitas
• Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan
• Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi sesuai bakat dan minat
• Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berahklak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (Civil society)
Sasaran dan Ruang Lingkup
1. Sasaran pembinaan kesiswaan meliputi : siswa TK, TKLB, SD, SDLB, SMP, SMPLB, SMA, SMALB dan SMK
2. Pembinaan kesiswaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler
Materi pembinaan kesiswaan meliputi:
a. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME
b. Budi pekerti luhur dan akhlak mulia
c. Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan dan bela negara
d. Prestasi akademik Seni dan atau olah raga sesuai dengan bakat minat
e. Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup kepekaan dan toleransi sosial dalam kontek masyarakat plural
f. Kreativitas, ketrampilan dan kewirausaaan
g. Kualitas jasmani, kesehatan dan Gizi berbasis Gizi yang terdiversifikasi
h. Sastra dan budaya
i. Teknologi Informasi dan komunikasi
j. Komunikasi dalam bahasa Inggris
Jenis Pembinaan Kesiswaan
A. Pembinaan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, antara lain :
1. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama masing-ma sing
2. Memperingati hari-hari besar keagamaan
3. Melaksanakan perbuatan amaliah sesuai dengan norma agama
4. Membina toleransi antar umat beragama
5. Melaksanakan kegiatan lomba-lomba yang bernuansa keagamaan
6. Mengbangkan dan memberdayakan kegiatan keagamaan di sekolah
B. Pembinaan budi pekerti luhur atau ahklak mulia :
1. Melaksanakan tata tertib dan kultur sekolah
2. Melaksanakan gotong royong dan kerja bakti
3. Melaksanakan norma-norma yang berlaku dan tata krama pergaulan
4. Menumuhkembangkan kesadaran untuk rela berkorban terhadap sesama
5. Menumbuhkembangkan sikap hormat dan menghargai warga sekolah
6. Melaksanakan kegiatan 7K (keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan,kekeljuargaan, kedamaian dan kerindangan
2.3. Pengertian Pembinaan
Kehidupan beragama salah satu diantara sekian banyak sektor harus mendapatkan perhatian besar bagi bangsa dibandingkan dengan sektor kehidupan yang lain. Sebab pencapaian pembangunan bangsa yang bermoral dan beradab sangat ditentukan dari aspek kehidupan agama, terutama dalam hal pembinaan bagi generasi muda.
Secara harfiah pembinaan berarti pemeliharaan secara dinamis dan berkesinambungan. Di dalam konteksnya dengan suatu kehidupan beragama, maka pengertian pembinaan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran memelihara secara terus menerus terhadap tatanan nilai agama agar segala perilaku kehidupannya senantiasa di atas norma-norma yang ada dalam tatanan itu. Namun perlu dipahami bahwa pembinaan tidak hanya berkisar pada usaha untuk mengurangi serendah-rendahnya tindakan-tindakan negatif yang dilahirkan dari suatu lingkungan yang bermasalah, melainkan pembinaan harus merupakan terapi bagi masyarakat untuk mengurangi perilaku buruk dan tidak baik dan juga sekaligus bisa mengambil manfaat dari potensi masyarakat, khususnya generasi muda.
Membangun kesadaran bagi generasi bukanlah hal yang gampang untuk tercapai secara maksimal, tetapi dalam pembinaan kesadaran yang menjadi hal pokok untuk dibangun. Kesadaran hendaknya disertai niat untuk mengintensifkan pemilikan nilai-nilai dari pada yang sudah dimiliki, sebab dengan cara tersebut akan mampu mewujudkan pemeliharaan yang dinamis dan berkesinambungan.
Dalam hal ini pembinaan dimaksudkan adalah pembinaan keagamaan yang mempunyai sasaran pada generasi muda, maka tentu aspek yang ingin dicapai dalam hal ini adalah sasaran kejiwaan setiap individu, sehingga boleh dikatakan bahwa pencapaiannya adalah memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Keunikan dimaksudkan tidak karena ditentukan prototipitas tema pembahasannya, melainkan disebabkan karena sasaran yang diambil merupakan suatu pengelompokkan demografis yang gencar-gencarnya mengalami perubahan dan perkembangan psikologi kejiwaan anak.
Dalam masa ini jatidiri dan sikap arogan masih sangat kuat untuk diperpegangi bagi generasi muda, sehingga memerlukan kehati-hatian yang ekstra ketat. Sehingga mampu menanamkan nilai-nilai dan konsep pembinaan, khususnya dalam hal pembinaan akhlak melalui ajaran tasawuf dalam merubah perilaku generasi muda dalam kehidupan sehari-hari. Sebab tujuan utama dari pembinaan ini adalah memberikan arti ajaran tasawuf terhadap upaya pembinaan yang menimbulkan kesadaran diri akan nilai-nilai agama secara umum dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam perkembangan psikologi remaja dikatakan bahwa perkembangan psikologi remaja sedikit mempunyai pengaruh terhadap cara-cara penanaman dan pemahaman nilai agama. Hal ini diungkapkan oleh ahli psikologi remaja bahwa pada satu pihak remaja tidak begitu saja mampu menerima konsep-konsep, nilai-nilai suatu ajaran, apalagi ajaran yang membatasi diri seseorang, tetapi terkadang dipertentangkan dengan citra diri dan struktur kognitif yang dimilikinya.
Pembinaan yang bercorak keagamaan atau keislaman akan selalu bertumpu pada dua aspek, yaitu aspek spiritualnya dan aspek materialnya. Aspek spiritual ditekankan pada pembentukan kondisi batiniah yang mampu mewujudkan suatu ketentraman dan kedamaian di dalamnya. Dan dari sinilah memunculkan kesadaran untuk mencari nilai-nilai yang mulia dan bermartabat yang harus dimilikinya sebagai bekal hidup dan harus mampu dilakukan dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-harinya saat ini untuk menyongsong kehidupan kelak, kesadaran diri dari seorang remaja sangat dibutuhkan untuk mampu menangkap dan menerima nilai-nilai spiritual tersebut, tanpa adanya paksaan dan intervensi dari luar dirinya.
Sedangkan pada pencapaian aspek materialnya ditekankan pada kegiatan kongkrit yaitu berupa pengarah diri melalui kegiatan yang bermanfaat, seperti organisasi, olahraga, sanggar seni dan lain-lainnya. Kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dimaksudkan agar mampu berjiwa besar dalam membangun diri dari dalam batinnya, sehingga dengan kegiatan tersebut, maka tentu dia akan mampu memiliki semangat dan kepekatan yang tinggi dalam kehidupannya. Mengenai keterikatan pembina keislaman didasarkan pada lokasi dan daerah tertentu, tentu merupakan tantangan tersendiri dalam melakukan pembinaan, sebab pembinaan tersebut akan menemukan beberapa kendala. Namun aspek pembinaannya akan lebih terfokus dan terarah, bahkan akan memberikan ciri dan corak pembinaan tersendiri.
Salah satunya adalah dengan melakukan pendekatan kesejarahan dengan cara membuat fakta sejarah dari berbagai sumber tentang latar belakang sejarah yang ada didarah dimaksud dengan menampilkan fakta bahwa pemuda mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia, terutama dalam mengusir penjajah dari belahan bumi Indonesia. Dan juga mampu menumpas segala pergerakan-pergerakan yang hendak menghancurkan Pancasila di bumi pertiwi.
Pendekatan-pendekatan yang disebutkan di atas, maka tentu akan memberikan semangat dan dorongan kepada generasi muda sebagai harapan bangsa. Dan memberikan semangat patriotisme kebangsaan yang juga dianggap sudah hilang dari dalam diri generasi yang saat ini. Penanaman semangat kepahlawanan memberikan nilai positif bagi generasi muda, sebab tentu akan membangun semangat dan menumbuhkan jiwa kepahlawanan, baik terhadap negara, agama maupun bangsa.
Membangun jiwa kepahlawanan ke dalam diri generasi muda adalah salah satu unsur dalam melakukan pembinaan, dan pembinaan dapat terarah dan konstruktif. Sehingga perlu suatu kesadaran moral bahwa generasi muda adalah yang selalu mengambil peran dalam setiap langkah yang bermanfaat bagi bangsa dan agama, pada dasarnya mereka akan mengambil peranan dan terpanggil untuk berbakti sebagai suatu tuntutan, baik tuntutan itu datang sebagai generasi bangsa maupun sebagai generasi agama.
Karena itu, suatu pembinaan adalah untuk konstruksi pembinaan itu sendiri yang utuh dan hakiki, sehingga dalam pembinaan harus mengambil suatu bentuk bagaimana seharusnya konstruksi itu dibangun dari dalam diri, sehingga mampu menghasilkan tindakan-tindakan islami yang praktis dalam melakukan kegiatan, baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Penciptaan moralitas Islam ini adalah merupakan suatu hal yang amat penting untuk memantapkan kehidupan keberagaman mereka, mereka akan menjadi mantap apabila sudah mengetahui secara benar nilai-nilai Islami, termasuk di dalamnya nilai-nilai kesufian yang tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai yang sudah di pahami sebelumnya. Demikian pula dengan manfaat-manfaat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Bahkan secara tidak langsung mereka akan memahami fungsi-fungsi keagamaan yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembentukan moralitas Islam pada setiap generasi muda Islam, harus ditempatkan pada nomor urut teratas dan menjadi skala prioritas suatu pembinaan. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa di tangan pemudalah tanggung jawab perwujudan realitas Islam. yang dimaksud realitas Islam adalah kegiatan-kegiatan yang mesti dan seharusnya dilakukan generasi secara konstruktif dan berkesinambungan dalam membangun jati diri dan perilaku yang baik.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mewujudkan realitas ini adalah mereka harus mempunyai tanggung jawab secara pribadi-pribadi atau secara terkoordinasi menjadi suatu kelompok berbuat dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kezaliman dan kejahatan pada setiap saat. Perintah tersebut sudah termaktub dalam Al-Qur’an QS. Al-Imran (3) : 10:
النَّارِ وَقُودُ هُمْ وَأُولَئِكَ شَيْئًا اللَّهِ مِنَ أَوْلاَدُهُمْ لاَوَ أَمْوَالُهُمْ عَنْهُمْ تُغْنِيَ لَنْ كَفَرُوا الَّذِينَ إِنَّ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka”.
2.4. Model Pembinaan Islam
Memahami suatu model bagi pembinaan Islam terlebih dahulu harus dipahami bagaimana konsep Islam mengenai kehidupan dimana pembinaan itu diarahkan. Bahkan tidak hanya sampai di sini, untuk bisa memahami konsepsi kehidupan beragama secara tepat dan efektif kita harus mengadakan kajian mendalam tentang apa yang sebenarnya nilai-nilai yang dikandung Islam dalam memberikan konsep kehidupan.
Karena itu, Islam memberikan suatu konsep mengenai kehidupan keagamaan dalam masyarakat, sehingga lahirlah dua dimensi. Pertama, dimensi mahdhah, yaitu berupa ajaran agama yang menuntun manusia untuk melakukan ibadah langsung dengan Allah swt. Kedua, dimensi ghairu mahdhah yaitu berupa ajaran agama yang mendorong manusia untuk bermuamalah dengan manusia lainnya.
Berikut ini lebih jauh dapat dijelaskan aspek-aspek yang paling utama yang harus dicapai oleh setiap individu, seperti dua dimensi di atas, meliputi:
a) Dimensi Mahdah
Seperti yang telah kita ketahui di atas bahwa dimensi mahdah itu lahir setelah kita mengadakan kajian mendalam tentang konsepsi kehidupan menurut Islam, di samping lahir juga dimensi gairu mahdah. Dimensi mahdah ini dalam struktur tatanan nilai pada hakikatnya adalah nilai universal bagi setiap orang yang beragama.
Kemampuan menggunakan dimensi mahdah dalam segala perilakunya akan menciptakan seorang untuk menjadi muslim yang betul-betul beriman dan bertakwa. Sedangkan orang-orang yang betul-betul beriman dan bertakwa menurut Abu A’la Maududi adalah muslim yang membuat aspek dari segala kehidupannya untuk sepenuhnya mengabdi kepada Allah swt, seluruh hidupnya adalah yang penuh dengan ketaatan dan ketundukan, kepasrahan diri dan sekali-kali tidak akan bersikap arogan atau mengikuti kemauannya sendiri yang di dalamnya ada dipengaruhi oleh hawa nafsu manusia.
Kalau melihat keterangan al-Maududi tersebut, maka menjadi jelaslah bahwa pada intinya kemampuan penguasaan dan kepatuhan kepada Allah swt, adalah iman kepada Allah. Dan lebih lanjut al-Maududi mendefinisikan bahwa iman itu bukan suatu konsep mata fisikal belaka, melainkan iman adalah corak suatu perjanjian dengan Allah sang pencipta, dan menukar kehidupan dirinya dengan rahmat dan kehendak Allah swt.
Oleh karena itu, dengan dasar penguasaan dimensi mahdah ini orang akan membuang jauh-jauh terhadap sifat-sifat manusiawinya yang tercela menggantikannya dengan sifat-sifat yang terpuji sebagai refleksi dari keimanan yang mendalam. Adapun hasil optimal dari penguasaan keimanan tersebut adalah melahirkan kesadaran yang besar dalam menjalankan perintah-perintah Allah swt dan mampu menjauhi larangan-larangan agama secara sadar.
b) Dimensi gairu mahdah
Dimensi gairu mahdah pada dasarnya hanya merupakan pengembangan dari penguasaan dimensi pertama yaitu dimensi mahdah, dan merupakan hasil dari pembekalan nilai sekunder lokal semata. Setelah itu kita mempunyai kesadaran untuk menjalankan ajaran-ajaran pokok agama dalam Islam berupa kegiatan mahdah, berupa shalat, puasa, haji, sadaqah, dan sebagainya.
Gambaran tersebut merupakan hasil penguasaan dimensi mahdah, dimana kita harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk memahami apa sebenarnya nilai-nilai yang terkandung di dalam ibadah mahdah dan hikmah yang dapat diperoleh manusia, sebab untuk memahami tersebut perlu hikmah, sehingga manusia mampu menangkap dibalik perintah tersebut.
Demikian pula dalam upaya membentuk kepribadian seseorang atau proyeksi program hidup kemanusiaan. Usaha pengembangan ini harus diusahakan mencapai tingkat setinggi-tingginya agar mampu melayani segala kebutuhan manusia. Dimensi ghairu mahdah dalam struktur tatanan nilai kita di sebut dengan nilai sekunder lokal.
Secara kongkritnya bahwa suatu aktivitas kemanusiaan sebagai hasil penguasaan dimensi mahdah dengan pembekalan nilai sekunder sangat banyak dipengaruhi oleh kondisi lokal yang ada. Dan ditentukan bentuknya oleh sistem sosial dan budaya wilayah tertentu. Misalnya dalam situasi umat Islam mengalami kelumpuhan dengan diperkosanya hak-hak asasinya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Maka tentu diperlukan perjuangan yang tidak sedikit dalam membangun nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Islam.
Perjuangan ataupun gerakan yang dilakukan untuk membebaskan diri dari belenggu kezaliman sebagai suatu amalan ibadah disisi Allah swt, sesuai perintah dalam Al-Qur’an untuk memperjuangkan segalanya di jalan Allah swt, QS al-Hajj (22) : 78
سَمَّاكُمُ هُوَ رَاهِيمَإِبْ أَبِيكُمْ مِلَّةَ حَرَجٍ مِنْ الدِّينِ فِي عَلَيْكُمْ جَعَلَ وَمَا اجْتَبَاكُمْ هُوَ جِهَادِهِ حَقَّ اللَّهِ فِي وَجَاهِدُوا
الصَّلاَةَ فَأَقِيمُوا النَّاسِ عَلَى شُهَدَاءَ وَتَكُونُوا عَلَيْكُمْ شَهِيدًا الرَّسُولُ لِيَكُونَ هَذَا وَفِي بْلُ قَ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
النَّصِيرُ وَنِعْمَ الْمَوْلَى فَنِعْمَ مَوْلَاكُمْ هُوَ بِاللَّهِ وَاعْتَصِمُوا الزَّكَاةَ وَءَاتُوا
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.
Amalan seperti tersebut di atas, merupakan hasil dari pemahaman nilai primer tadi yang sudah dikembangkan dalam diri manusia. Yang berupa amalan-amalan yang sudah ditetapkan dalam ajaran Islam sebagai cara untuk memotivasi umatnya untuk mampu bekerja keras dalam merubah hidup dan kehidupan manusia menjadi lebih baik.
Namun akan berbeda pula sekiranya seseorang yang sudah berada dalam wilayah yang sudah dilindungi hak-hak kemanusiaannya untuk beribadah dan melakukan kegiatan-kegiatan agama lainnya. Sekalipun berada dalam wilayah dimaksud tetapi tetap memerlukan suatu perjuangan yang besar oleh setiap individunya, sebab perlindungan hak asasi yang sudah diberikan, bukan jaminan seseorang untuk terhindar dari pengaruh budaya melalui sistem komunikasi secara internasional, yang sewaktu-waktu mampu menguasai kita.
Karena itu, dalam menghadapi situasi ini, yang harus dilakukan adalah aktivitas yang diwujudkan dalam propaganda secara besar-besaran untuk senantiasa menghargai dan menunjang tinggi budaya sendiri yang sudah sejalan dengan nilai-nilai Islam (nilai primer).
Pembinaan yang mempunyai materi doktrin dengan dimensi mahdah dan ghairu mahdah tersebut merupakan suatu kerangka dalam membangun model pembinaan yang lebih efektif bagi generasi muda bangsa. Sebab dengan memberikan sentuhan dua dimensi tersebut di atas, berupa ibadah mahdah yaitu kewajiban mutlak yang harus dipahami (ibadah kepada Allah), dan ghairu mahdah yaitu kewajiban untuk menselaraskan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Muhammad Assad, konsep Islam bagi suatu kehidupan dijelaskan bahwa Islam adalah program hidup sesuai dengan hukum-hukum alam yang ditetapkan oleh Allah swt, atas penciptaannya berupa hasil yang dicapainya yang tertinggi ialah koordinasi yang sempurna dari pada aspek-aspek spiritual dan material kehidupan manusia.
Program hidup merupakan suatu struktur dari aspek-aspek yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup itu sendiri untuk menuju suatu mencapai suatu kesempurnaan kehidupan agama. Aspek-aspek inilah yang dikenal dengan aspek kehidupan secara parsial, aspek-aspek kehidupan ini bekerja menurut hukumnya sendiri.
Maka nampaklah bahwa dalam kehidupan antara satu dengan yang lainnya seolah-olah saling berpisah, bahkan seolah-olah tidak ada benang merah yang menghubungkannya. Misalnya aspek kultural, aspek ini bekerja dalam hukum bahwa manusia mempunyai naluri berkehendak dan cara berpikir yang diwujudkan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan sepintas lalu aspek kultural ini tidak mempunyai keterkaitan dengan aspek yang lain seperti nilai-nilai relegius yang berdasarkan pada hukum bahwa di atas kekuasaan manusia itu masih ada kekuasaan yang lebih tinggi dan Maha tinggi. Tidak ada satupun kekuasaan yang menandinginya. Sehingga kalau demikian keadaannya, maka mungkinkah tujuan hakiki dari pada kehendak dan cara berpikirnya mencapai hasil, yang tidak lain hasil yang harus tercapai adalah terciptanya kehidupan manusia yang aman dan sejahtera.
Apabila dalam merealisasikan kehendak dan cara berpikir tanpa didasari oleh aturan-aturan yang ditetapkan oleh penguasa yang Maha Kuasa yang akan terwujud dalam diri manusia adalah sifat ketamakan belaka, kerakusan dan kebuasan manusia itu sendiri. Karena itu, di dalam mencapai kesempurnaan hidup ajaran Islam mencanangkan suatu program yang merupakan suatu totalitas yang mempunyai daya kompelektsitas dan mempunyai kemampuan untuk diajak bekerja sama antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya. Dengan program demikianlah itulah tujuan hidup sebenarnya akan betul-betul terjamin tercapai keselamatan di dunia.
Melihat program hidup yang merupakan suatu struktural dari berbagai aspek kehidupan yang secara parsial seolah-olah nampak berpisah-pisah, maka yang akan nampak adalah mengadakan pembinaan secara menyeluruh dalam kehidupan manusia. Dan pembinaan itu harus merupakan suatu pembinaan yang serupa, yaitu pembinaan yang islami.
Ironisnya adalah suatu hal yang sangat wajar apabila dalam pembinaan terdapat beraneka ragam rupa pembinaan kemudian tentu akan menghasilkan keganjilan-keganjilan pembinaan yang pada gilirannya eksistensi keberagaman menjadi akan kurang dan tidak berbekas dari dalam diri seseorang.
Dengan demikian pembinaan yang serupa inilah yang kita maksudkan bahwa pembinaan akan menjadi kompleks. Dengan titik tolak bahwa cara demikian mencapai tujuan dari pembinaan yang diidam-idamkan, yaitu berupa realitas Islam yang membawa kesuksesan manusia dalam mengarungi kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Pembinaan untuk demikian itulah kita maksudkan salah satu cara untuk menciptakan konstruksi pembinaan yang utuh dan hakiki. Namun hal ini belum menyentuh pada bentuk yang kongkrit dalam keterikatan itu dengan suatu wilayah tertentu yang mana hal tersebut akan lebih mengefektifkan konstruksi pembinaan itu sendiri. Gambaran umum ini hanya dimaksudkan sebagai indikasi bahwa kompleksitas pembinaan merupakan satu hal yang mampu membentuk konstruksi pembinaan yang diharapkan
2.5. Materi Pembinaan
Materi yang dipergunakan dalam pembinaan ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari dimensi kedua yaitu dimensi ghairu mahdah. Penekanannya pada suatu nilai saja yang ada dimensi ghairu mahdah tersebut. Bukan berarti di luar dari dimensi tersebut dianggap lebih utama dan sudah tidak penting lagi.
Namun penentuannya didasarkan pada suatu asumsi bahwa nilai-nilai yang dikandung pada dimensi mahdah sudah tetap dan tidak akan ada perubahan apapun di dalamnya, bahkan sudah menjadi fitrah utama dalam kehidupan manusia untuk menjalankannya sesuai apa yang disyariatkan dalam Al-Qur’an. Seperti yang disebutkan pada QS al-Ruum (30) : 30
لنَّاسِأَكْثَرَ وَلَكِنَّ الْقَيِّمُ الدِّينُ ذَلِكَ اللَّهِ لِخَلْقِ تَبْدِيلَ لاَ عَلَيْهَا النَّاسَ فَطَرَ الَّتِي اللَّهِ فِطْرَةَ حَنِيفًا لِلدِّينِ وَجْهَكَ قِمْ فَأَ
يَعْلَمُونَ لاَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Karena itu, dimensi mahdah menjadi mutlak dan posisinya sudah kuat, dalam arti tidak boleh dikesampingkan. Apalagi kalau dikaitkan dengan pembinaan generasi muda. nilai-nilai yang utama itulah yang seharusnya mendapat perhatian dan pemeliharaan terus menerus, sedangkan nilai yang harus dikembangkan sedemikian rupa sebagai dinamisasi budaya yang harus dijalankan menurut ajaran utamanya.
Materi pembinaan merupakan usaha untuk mendapatkan kerangka acuan bagaimana seharusnya materi pembinaan yang harus dikembangkan dalam pembinaan akhlak generasi muda. dengan pendekatan nilai-nilai tasawuf. Demikian pula dengan aspek generasi mudanya yang tidak bisa dilepaskan dari generasi bangsa dan tumpuan negara. Mawasdi Rauf menilai bahwa kepeloporan pemuda merupakan hal yang biasa dalam suatu bangsa, tetapi senantiasa memerlukan perhatian dari semua pihak.
Melalui pertimbangan sejarah tersebut di atas, para generasi muda Islam harus digembleng untuk selalu mengembangkan tugas kepeloporan dalam rangka mewujudkan kehidupan yang agamis sesuai dengan nilai-nilai Islam. dalam hal materi pembinaan generasi muda, maka sudah tentu aplikasinya adalah membangun patriotisme kebangsaan di dalam diri generasi muda. beberapa diantara yang harus dibebankan pada generasi muda, antara lain : tanggung jawab pemuda dalam memikul amanat agama dan bangsa.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin pada dasarnya adalah menjadikan bagi para penganutnya sejahtera dalam kehidupan dunia, memiliki tanggung jawab, baik dalam hal menjaga lingkungan dan alam, maupun dalam menjaga sikap dalam berhubungan dengan orang lain. Salah satu contohnya yaitu dalam Al-Qur’an diperintahkan untuk berakhlak mulia sebagai bagian dari menjaga sikap dalam berhubungan dengan orang lain. Salah satu contohnya yaitu dalam Al-Qur’an diperintahkan untuk berakhlak mulai sebagai bagian dari menjaga sikap setiap individu agar memiliki moral dan akhlak.
Karena itu, sikap yang harus dibina bagi generasi dan secara umum manusia adalah memelihara relation ship (hubungan) antara manusia dengan manusia lainnya. Dan untuk melakukan pemeliharaan tersebut manusia diharapkan berpedoman pada nilai-nilai Al-Qur’an dan hadits Nabi.
Tanggung jawab yang diemban oleh generasi muda sangat besar, diantaranya yaitu meneruskan perjuangan risalah agama Islam. sebagai generasi muda Islam, tentu dalam segala aktivitas dan perilakunya diharapkan mencerminkan nilai-nilai Islam, baik sebagai pencari jatidirinya maupun sebagai kelompok anak didik.
2.6. Urgensi Pembinaan Keagamaan Bagi Anak
Dalam kehidupan sehari-hari, sangat banyak sekali kebiasaan yang berlangsung otomatis dalam bertingkah laku. Oleh karena itu pembinaan kehidupan beragama melalui proses pendidikan yang baik akan sangat berpengaruh dari genersi ke generasi sehingga membudaya dalam kehidupan.
Pembinaan kehidupan beragama sangat penting bagi anak, sebagai mana yang dikatakan oleh Zakiah Darajat bahwa:
Pembinaan moral dan agama bagi generasi muda tidak dapat dipisahkan dari keyakinan beragama. Karena nilai-nilai moral yang tegas, pasti, dan tetap, tidak berubah karena keadaan, tempat, dan waktu atau nilai yang bersumber kepada agama. Oleh karena itu dalam pembinaan generasi muda, kehidupan moral dan agama harus sejalan dan mendapat perhatian yang serius.
Sehubungan dengan yang telah dikatakan oleh Zakiah Darajat diatas maka apabila kita mengamati lembar demi lembar Al- Qur’an maka kita akan temukan bahwa setiap nabi dan rasul selalu memperhatikan keselamatan Aqidah anak – anaknya. Diantaranya disebutkan dalam salah satu firman Allah (Q.S.Al-Baqarah [2]: 132 yaitu:
مُسْلِمُونَ وَأَنْتُمْ إِلاَّ تَمُوتُنَّ فَلاَ الدِّينَ لَكُمُ اصْطَفَى للَّهَ إِنَّ يَّ يَابَنِ وَيَعْقُوبُ بَنِيهِ إِبْرَاهِيمُ بِهَا وَوَصَّى
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada Anak-anaknya, demikian pula Yaqub”. (Ibrahim berkata): “Hai Anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.”
Dalam Ayat lain Luqman memberitakan Nasiat pada anaknya tentang keimanan: (Q.S. Al-Luqman [31]:16) Yaitu:
اللَّهَ إِنَّ اللَّهُ بِهَا يَأْتِ اْلأَرْضِ فِي أَوْ السَّمَوَاتِ فِي أَوْ صَخْرَةٍ فِي فَتَكُنْ خَرْدَلٍ مِنْ حَبَّةٍ مِثْقَالَ تَكُ إِنْ إِنَّهَا يَابُنَيَّ
خَبِيرٌ لَطِيفٌ
“Luqman Berkata: “Hai Anakku,sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) sebesar biji sawi, dan berada didalam batu atau langit atau di dalam bumi, Niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya), sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui”.
Kita perhatikan pula Ayat-ayat Allah dlam surah Al-Ikhlas yang menggambarkan tentang ke Esaan Allah melalui pertimbangan akal manusia. Surah Al-Kafirun yang juga menggambarkan tentang ke imanan lewat akal perbuatan. Kedua surah ini merupakan bentuk skenario Allah yang diberikan kepada Manusia, dengan menjadikannya dalam bagian surah yang pendek agar anak yang sedang memulai pertumbuhan jasadnya mampu menghafal surah-surah pendek tersebut.
Begitu pentingnya pembinaan kehidupan beragama pada anak, membuat perhatian Rasulullah SAW begitu besar terhadap kemajuan ummat. Seperti saat Nabi mengunjungi anak kecil yang sedang sakit sambil beliau berdakwa, dengan cara menyuruh kepada anak itu untuk memeluk agama Islam dihadapan orang tuanya.
Diriwayatkan pula oleh imam Abdur Razzaq dalam kitab Mashannaf-Nya (Jil. VI, hlm 34) diceritakan bahwa Rasulullah SAW memiliki tetangga seorang yahudi yang baik, ketika orang yahudi itu sakit, beliau mengunjunginya dengan mengajak beberapa sahabatnya. Rasulullah SAW kemudian berkata pada pemuda yahudi yang telah menderita sakit itu “Apakah Engkau mau bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah”. Pemuda itupun mengucapkan dua Kalimat Syahadat dan beberapa saat kemudian matilah pemuda yang telah menjadi muslim.
Para ulama besar terdahulu turut menjalankan apa yang nabi SAW ajarkan dalam dakwah mereka terhadap anak. Seperti yang telah dilakukan “Umar Bin Khaththab” beliau melarang orang-orang yahudi dan Nasraniyang berada dibawah kekuasaan islam untuk mengajak anak-anak mereka agar memasuki agama orang tuanya yang Nasrani.
2.7. Pengaruh Pembinaan Keagamaan Bagi Anak
Dengan adanya pembinaan kehidupan beragama bagi anak, dapat memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan anak. Baik dari segi budaya, social dan Religi. Adapun uraiannya sebagai berikut:
1. Pengaruh dari segi sosial :
Seperti yang dikemukaan oleh Muh. Nur Abdul Hanizh bahwa Pembinaan membuat anak bisa bersikap benar dalam pergaulannya dengan masyarakat disekitarnya, baik bergaul dengan anak seusianya, maupun dalam adab kesopanan terhadap orang yang lebih dewasa.
Anak dapat berkelakuan yang sesuai dengan ukuran – ukuran (Nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hatinya sendiri, bukan paksaan dari luar, yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (Tindakan) tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan atau keinginan pribadi.
Menurut Ibn Miskawaih (abad ke-X M) bahwa segala perbuatan anak, baik itu saling tolong menolong dan lain sebagainya adalah sesuatu keinginan yang lahir dengan mudah dari jiwa anak dengan tulus tanpa memerlikan pertimbangan dan pemikiran lagi. Inilah Pengaruh pembinaan kehidupan beragama bagi anak terhadap kehidupan sosialnya.
2. Pengaruh dari segi Religi:
Dengan adanya pembinaan kehidupan beragama pada anak, maka: (a). Anak yakin dan percaya terhadap adanya Tuhan (Allah) serta Kekuatan Tuhan yang dapat melindungi dan memberi pertolongan terhadap ummatnya. (b). Anak mampu melakukan hubungan yang sebaik-baiknya dengan Tuhan, guna mencapai kesejahteraan hidup didunia dan di akhirat. (c). Anak dapat mencintai dan melaksanakan perintah serta menjauhi larangan tuhan dengan jalan beribadah yang setulus-tulusnya.(d). Anak yakin dan percaya adanya hal-hal yang dianggap suci dan sacral, seperti: Kitab suci, Tempat ibadah, dan sebagainya.
3. Pengaruh dari segi Budaya:
Dengan pembinaan agama tersebut anak bisa menjaga diri dari kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi muda serta terhindar dari derasnya arus budaya yang negatif. Yang banyak di salurkan melalui beberapa media, baik itu melalui bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan dan lain sebagainya.
Dengan demikian pembinaan Etika, moral, kaidah agama yang diberikan pada anak memiliki banyak peran dalam membimbing anak menuju terbentuknya masyarakat yang sejahtera lahir maupun batin, termasuk dalam menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa.
2.8. Peranan Guru dalam Pembinaan Kaeagamaan
Pendidikan agama dalam sekolah sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan kepribadian anak didik, karena pendidikan agama mempunyai dua aspek terpenting. Aspek pertama dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Anak didik diberikan kesadaran kepada adanya Tuhan lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan larangan Nya. Dalam hal ini anak didik dibimbing agar terbiasa berbuat yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama. Aspek kedua dari pendidikan agama adalah yang ditujukan kepada pikiran yaitu pengajaran agama itu sendiri. Kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan tidak diketahui betul-betul. Anak didik harus ditunjukkan apa yang disuruh, apa yang dilarang, apa yang dibolehkan, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa yang dianjurkan meninggalkannya menurut ajaran agama.
Dari kutipan dan uraian diatas menunjukkan bahwa pendidikan agama mutlak diperlukan di sekolah apalagi di sekolah umum. Oleh sebab itu guru yang mengajar pelajaran agama sangat bertanggung jawab dalam pembinaan sikap mental dan kepribadian anak didiknya. Guru agama harus mampu menanam nilai-nilai agama kepada setiap siswa dengan berbagai cara. Akan tetapi tujuan itu tidak akan tercapai apabila tidak ada kerjasama dengan semua pihak terutama dengan sesama guru dan antara guru dengan orang tua siswa. Sebab pendidikan agama dapat terbina apabila adanya kesinambungan atau keterpaduan antara pembinaan orang tua didalam keluarga, masyarakat dan guru di sekolah.
Melalui peranannya sebagai pendidik guru diharapkan mampu mendorong siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui bermacam-macam sumber dan media. Guru hendaknya mampu membantu setiap siswa untuk secara efektif dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dari berbagai sumber serta media belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar